4 Faktor yang Madu Bersifat Prebiotik atau Antibakteri “jahat”
Penyakit dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia. Sebagian penyakit ditimbulkan oleh pertumbuhan dan perkembangan bakteri “jahat” atau mikroorganisme pathogen lainnya. Ternyata madu cukup efektif dalam mengendalikan penyebab penyakit tersebut. Lantas. Apa saja zat atau senyawa yang terkandung dalam madu, dan bagaimana cara kerja madu sebagai “racun” bagi penyakit?
Tubuh
manusia hampir serupa dengan hutan atau kebun, yaitu dihuni oleh
tumbuhan. Bedanya, tumbuhan yang hidup dalam tubuh manusia sebagian
besar hanya memiliki satu sel, dikenal dengan bakteri. Bakteri menyebar
pada seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari sistem nutrisi,
transportasi, respirasi, ekskresi dan reproduksi. Dalam sistem nutrisi
atau pencernaan, bakteri menyebar mulai dari rongga mulut, pharinks, lambung, hati, pancreas, usus halus, usus besar sampai anus.
Bakteri yang hidup pada tubuh manusia dikelompokkan menjadi bakteri “baik” dan bakteri “jahat” atau pathogen.
Populasi bakteri “baik” dan bakteri “jahat” di dalam usus berinteraksi
dan membentuk keseimbangan yang disebut “flora usus”. Padaa saat
populasi bakteri “baik” lebih dominan, maka usus dalam keadaan sehat.
Sebaliknya, kalau bakteri “jahat” lebih dominan maka usus dihinggapi
penyakit, fungsinya sebagai “pabrik” berbagai enzim pencernaan akan
terganggu.
Beberapa contoh bakteri “jahat”, Clostidium tetani menyebabkan tetanus Salmonella tiphi menyebabkan tipus, Micobacterium tubercolusis menyebabkan TBC, Bacillus antracis menyebabkan peradangan limpa dan hati (antraks), Vibrio comma menyebabkan kolera, Shigella dysentrie menyebabkan disentri, Pasteurela pestis menyebabkan pes, dan Micobacterium kaprae menyebabkan lepra.
Sedangkan contoh bakteri baik, antara lain Bacterium coli yang hidup
dalam usus besar membantu proses pecernaan, Bifidobakteria dan
Lactobacillus.
Keseimbangan
flora usus perlu dijaga, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan konsep
probiotik, yaitu upaya untuk meningkatkan populasi bakteri “baik”
sehingga lebih dominan. Caranya antara lain dengan mengkonsumsi bahan
pangan seperti susu (yoghurt) yang telah dilengkapi bakteri “baik”.
Selain
terdapat dalam sistem pencernaan, bakteri pun menyebar ke sistem tubuh
lainnya dan menimbulkan berbagai penyakit. Pada mulanya bakteri “jahat”
memasuki tubuh manusia dan menimbulkan reaksi tubuh secara lokal yang
disebut radang (inflamasi), kemudian dapat menyebar (infeksi).
Namun infeksi tidak selalu diawali dengan radang, misalnya pada malaria
yang disebabkan oleh Plasmodium sp.
Beberapa jenis peradangan yang cukup
dikenal, antara lain radang amandel, radang ginjal, radang prostat,
radang lambung, radang mata, radang pembungkus jantung, radang rahim,
radang salurna kemih, radang telinga, radang zakar, radang saluran
nafas, radang sendi, dan sebagainya.
Untuk
menekan daya tumbuh bakteri “jahat”, dapat digunakan antibiotik. Namun
menurut dr Aris Wibudi, SpPD dari bagian Penyakit Dalam RSPAD Gatot
Subroto, penggunaan antibiotic yang sangat luas akhir-akhir ini
merupakan salah satu penyebab ikut terbunuhnya bakteri “baik” di saluran
pencernaan. Penggunaan antibiotic harus benar-benar sesuai indikasi,
jangan sakit sedikit, langsung dikasih antibiotic (Republik, 24 Juni
2001).
Sebenarnya untuk mengendalikan bakteri “jahat” dengan tanpa
mengganggu keberadaan bakteri “baik” dapat digunakan senyawa prebiotik,
yang antara lain terdapat dalam madu. Paling tidak ada empat faktor yang menyebabkan madu bersifat prebiotik atau antibakteri “jahat”.
Pertama,
kadar gula madu yang tinggi (terdiri dari glukosa 34,0% fruktosa 40,
54% dan sukrosa 1,9%) mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bakteri. Dalam kondisi yang demikian, bagian sel yang hidup (protoplasma) akan terlepas dari dinding sel, sehingga tidak mampu lagi beraktifitas.
Kedua,
madu bersifat masam (mengandung asam formiat, asam malat, asam asetat,
asam sitrat, asam suksinat, denga pH sekitar 3-4), dalam kondisi ini
bakteri “jahat” tidak dapat bertahan.
Ketiga, madu mengandung senyawa organik yang bersifat antibakteri “jahat”, antara lain inhibine dari kelompok flavonoid, glikosida dan polyphenol. Sedangkan senyawa antibakteri “jahat” yang telah teridentifikasi dari susu ratu atau royal jelly (bahan cair seperti susu yang dihasilkan oleh kelenjar hypopharyngeal lebah pekerja muda) ialah 10 hidroxidecen-2 oic acid.
(Lebah madu biasanya berkelompok, terdiri dari seekor ratu yang
bertugas memimpin koloni dan bertelur menghasilkan anggota-anggota baru
dari koloninya, dibantu oleh ratusan pejantan yang bertugas khusus
“mengawini” sang ratu. Selain itu ada lebah pekerja, terdiri dari lebah
betina yang mandul, yang bertugas mencari makanan, membuat dan mengatur
sarang).
Keempat,
madu mengandung senyawa radikal hydrogen peroksida (H2O2) yang bersifat
dapat membunuh bakteri “jahat” dan mikroorganisme pathogen lainnya.
Caranya, senyawa bersifat racun tersebut secara reaktif merusak gugus
fungsi biomolekul pada sel bakteri “jahat”. Namun karena madu mengandung
enjim katalase, setelah meracuni bakteri “jahat”, dengan segera
merombak hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
Selain
sebagai “racun” atau penawar penyakit, madu juga memiliki kandungan
gizi yang tinggi. Setiap 100 gram madu mengandung 280-330 kalori; lebih
dari 76 5 gula (fruktosa, glukos dan sukrosa); mineral terdiri dari 5 mg
kalsium, 15-17 mg posfor, 04-1,0 mg zat besi, mangan, kalium, belerang,
alumunium, dan silikat, Vitamin meliputi 1-6 mg vitamin C, vit B1, B2,
B6, asam panthotenat, asam nikotinat, Enzim-enzim invertase, katalase, inulase, peroksidase, Asam organik,
termasuk berbagai asam amino esensial, zat warna karoten, Zat aromatis
seperti terpen, aldehida, ester, manitol, dulcitol, dan sebagainya. Selain itu juga mengandung biogenetik stimulant, yaitu zat yang dapat merangsang aktivitas pertumbuhan sel tubuh manusia.
Tak
heran jika khasiat madu tercatat dalam sejarah panjang peradaban umat
manusia. Dalam peradaban Mesir kuno terungkap, selain digunakan untuk
obat, madu dipakai sebagai bahan pengawet. Mumi-mumi bias bertahan
ribuan tahun karena diawetkan dengan madu dan ramuan lainnya. Penggunaan
madu juga tercatat dalam peradaban Romawi, India, Arab, Cina, dan
bangsa-bangsa lainnya. Bapak ilmu kedokteran, Ibnu Sina (890 – 1037)
dalam usia manula kono masih segar, bugar dan berpenampilan seperti anak
muda. Rahasianya ternyata hampir setiap makanannya selalu dicampur
madu. Begitu pula dengan tokoh-tokoh dunia lainnya seperti Julius
Caesar, Pythagoras, Democritus, Hipocrates, Aristoteles, dan sebagainya.
Untuk
menyembuhkan penyakit TBC paru-paru, Ibnu Sina membuat “resep”,
mencampurkan beberapa puluh gram madu dengan mahkota bunga mawar,
kemudian dimakan. Belakangan diketahui, madu bersifat “racun” atau
penawar bakteri penyebab TBC. Madu juga merupakan penawar bagi infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) seperti influenza (penyebabnya virus
influenza tipe A, B dan C), yang merupakan penyakit paling banyak
diderita oleh calon jemaah haji Indonesia. Tak heran jika madu
disarankan menjadi salah satu bekal kesehatan calon jemaah haji.
Untuk
tujuan pengobatan atau menjaga stamina tubuh supaya tahap terhadap
gempuran berbagai penyakit, bagi orang dewasa dianjurkan mengkonsumsi
madu 100-200 gram per hari, dan anak-anak 30-75 gram per hari, dapat
diminum secara langsung, dicampuri air, roti, telur atau bahan makanan
lainnya.
BACA JUGA:
Madu sebagai Pegganti Gula di sini.
Sumber artikel, "4 Faktor yang Madu Bersifat Prebiotik atau Antibakteri “jahat”" : http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2011/06/12/madu-%E2%80%9Cracun%E2%80%9D-bagi-penyakit-372299.html
Sumber artikel, "4 Faktor yang Madu Bersifat Prebiotik atau Antibakteri “jahat”" : http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2011/06/12/madu-%E2%80%9Cracun%E2%80%9D-bagi-penyakit-372299.html
Komentar
Posting Komentar